Patut disyukuri bila Pemerintah Kota Malang gencar menanam pohon pule atau pulai sejak Oktober tahun 2019 lalu, karena diinisiatipi ,sekaligus yang menggerakkan aksi tanam Pule ,juga penyumbang penghijauan untuk bhumi Arema Ir. H. Sofyan Edi Jarwoko tak lain mantan Wakil Walikota Malang yang juga awal nya pemilik 10 ribu bibit pohon Pule, pasalnya tanaman keras berdaun rimbun ini ditanam di berbagai titik, dari halaman sekolah, perkantoran sampai ruang terbuka hijau sudah ditanam hingga saat ini sudah tercatat 4.500, sesuai catatan GenMu sang pengawal D’ Pule.
.” kalau dalam seminggu 2-3 titik tiap kali ditanam dengan jumlah sekali tanam 50-100 pohon ,bisa sampai akhir tahun 2021 kami perkirakan sudah habis, soal persediaan untuk tahun mendatang agar sodaqoh Oksigen untuk menghijaukan bhumi Arema, in sya allah pak wawali yang memang punya niat iklas itu, saya yakin beliau sudah menyiapkan ribuan bibit lagi hingga ijo royo – royo, udara segar demi anak cucu itu harapan Wawali,” tandas pria asli Arema itu blak- blakkan.
Lebih jauh Ir. H. Sofyan Edi Jarwoko (Bung Edi), mantan Wakil Walikota Malang yang sejak dilantik mendampingi Walikota H Sutiaji pada 2018 yang lalu. Dan pada tahun 2019 tepatnya di Hari Santri tanggal 22 Oktober bersana jajaran Kodim O833 dan Korem 018 BDJ melakukan penanaman 1000 pohon di Ponpes Al Hayatul Islamiyah Kedungkandang.
Sodaqoh Oksigen
“Setelah penanaman itu, saya berinisiatif melakukan pembibitan pohon pule di Wajak hingga siap 10 ribu pohon pule dan mulai lakukan penghijauan di bhumi Arema saat HUT Partai Golkar kota Malang tahun kemarin, dengan Sodaqoh Oksigen, dengan menanam Pule di pemakaman umum Polehan bersama DLH dan UpT pemakaman, Insya Allah hingga bulan Maret dan awal april 2020 tercatat 4500 pohon pule sudah tertanam di pemukiman, perkantoran, dan sekolah, kita akan kembali aksi sodaqoh Oksigen usai lebaran,” pungkas bung edi, yang juga ketua DPD Partai Golkar kota Malang itu yakin terus bergerak lakukan penghijauan ditengah Pandemi secara Prokes.
Musim kemarau, lanjut eks Wawali asli Arema Sukun itu berharap tidak menyurutkan bapak asuh pohon pule untuk aktif memelihara pohon Pule,” terutama pada bibit pohon yang baru seminggu ditanam, itu perlu penyiraman rutin hingga dua hingga satu bulan pertumbuhan akar ,setelah itu gak kawatir, terutama bantuan penyiraman dari air hujan yang tiap tiap kali muncul meski kemarau belum lama berjalan.makanya saat kemarin hujan deras meski hanya tiga puluh menit, alhamdulilah kekawatiran pada pohon pule yang berusia seumur jagung, meski sudah sertinggi satu meteran itu terselamatkan dengan turunnya hujan.Semoga para bapak/ibu asuh pohon Pule dari ketua RT/RW dan lurah konsisten mau memelihara pohon Pule yang dinyakini banyak manfaat untuk warga bhumi arema mendatang, natur nuwun keiklasannya,” paparnya optimis.
Perlu diketahui bila bibit pohon pule ditanam di berbagai titik, mulai lingkungan sekolah, pemakaman umum, halaman perkantoran pemerintah dan swasta serta tempat lainnya. Pemkot menyebut ini bagian dari gerakan penghijauan serta pendidikan karakter mencintai lingkungan.
Banyak pemerintah daerah yang juga memilih pohon pule untuk ditanam untuk gerakan penghijauan. Pemprov DKI Jakarta pada awal 2020 lalu menanam pohon pule di kawasan selatan Monas sebagai pengganti sekitar 191 Mahoni yang sebelumnya sudah ditebang.
Fungsi Pohon Pule.
Tanaman bernama latin Alstonia scholaris ini seperti pepohonan pada umumnya, memiliki fungsi penting untuk lingkungan. Berguna sebagai penghasil oksigen, pengatur iklim dan tata air misalnya menjaga resapan air sekaligus menyimpan cadangan air tanah.
Pohon pule merupakan spesies asli Asia Selatan hingga Asia Tenggara. Di Indonesia, spesies ini tumbuh alami dari Sumatera sampai Papua. Serta memiliki penyebutan berbeda di setiap daerah. Di Jawa umum disebut pule, orang Sunda mengenalnya sebagai lame.
Di Madura disebut Polay, kayu gabus pulai di Sumatera, hanjalutung di Kalimantan. Lalu di Minahasa disebut kaliti, mariangan, kita, di Ambon disebut rite, tewer di Banda, Aliag di Papua, hange di Ternate dan lainnya.
Tanaman ini telah dikenal di Nusantara sejak masa lampau. Di salah satu relief Candi Borobudur pada abad ke 9, terpahat gambar pule. Tepatnya di panel relief kisah Lalitavistara, terpahat tanaman pule dengan tajuknya bertingkat dan cabangnya berdaun lebat.
Hasil Penelitian
Peneliti biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonensia (LIPI) dan Balai Konservasi Borobudur menjelaskan hal itu dalam Buku Panduan Wisata Edukasi Relief Flora Candi Borobudur terbitan Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi LIPI pada 2019.
Hasil penelitian itu menyebutkan, pule merupakan salah satu pohon sakral bagi agama Buddha. Dalam kepercayaan agama Buddha aliran Theravada, diyakini sang Buddha pertama bernama Tanhankara memperoleh pencerahan (bodhi) di bawah pohon pule. Pada kisah Lalitavistara, bunga pule diibaratkan bentuk bahu dari tokoh mulia.
Manfaat Pohon Pule
Tanaman pule memiliki berbagai manfaat dan khasiat untuk kesehatan maupun bernilai secara ekonomi. Kayu pule dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri berbagai peralatan rumah tangga dan bahan baku kerajinan.
Namun sekarang sulit menemukan pule berbatang besar di habitat alaminya. Oleh karena itu, pule dimasukkan dalam golongan tumbuhan langka. Padahal pule dapat pula diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional.
Menurut Syamsul Hidayat dan kawan-kawan dalam buku Jalur Wisata Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor yang diterbitkan LIPI Press pada 2016 menuliskan hal itu. Tumbuhan ini berciri umum berupa pohonnya dapat tumbuh setinggi 10-60 meter berdiameter 125 sentimeter.
Permukaan batang berwarna cokelat atau kekuningan sampai putih, halus tapi sedikit mengelupas. Sedangkan bagian dalamnya berwarna kekuningan sampai cokelat dengan getah berlimpah. Daunnya berbentuk elips sempit sampai bulat telur terbalik. Bunganya berkelompok dalam rangkaian.
kemudian Kulit batang, daun sampai getah pule bisa dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Dalam buku Jalur Wisata Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor Kulit itu menuliskan, batang pule mengandung alkoloid ditamine, echitenine dan echitamine, jadi alternatif pengganti kina.
lalu , Kulit kayu dikeringkan dengan cara dijemur, ramuan dari kulit kayu dimanfaatkan untuk mengobati diare dan malaria. Kulit kayu seberat 1-3 gram direbus, airnya diminum. Sedangkan daunnya dapat direbus sebagai obat beri-beri.
Pule dapat pula dipakai sebagai obat luar. Getahnya diteteskan untuk mematangkan bisul, tertusuk duri dan radang kulit. Air rebusan kulit batang pulae dimanfaatkan juga untuk mencuci luka, radang kulit bernanah, borok maupun dijadikan obat kumur sakit gigi. (dr)